Kisah Abu Bakar Sidik - Sahabat Nabi Muhammad SAW, periode awal mengenal Islam dan Perjuangannya

*Tulisan akan muncul*
*di sini*


SELAMAT DATANG SELAMAT MEMBACA
Penelusuran : Kisah Sahabat Nabi, Kisah Abu Bakar Sidik RA. khulafaur Rasyidin Pertama, Perjuangan Abu Bakar Sidik Dalam Kisah Para Sahabat nabi. 

Pada masa nabi Muhammad para sahabat berjuang mendampingi dan membantu nabi Muhammad dalam menegakkan ajaran agama Islam dan meneruskan perjuangan beliau untuk memimpin umat hingga umat Islam saat ini tersebar di seluruh belahan Dunia.

Nah perlu kita mengenal kan kembali kisah para sahabat nabi khusus nya khulafaur Rasyidin yaitu para sahabat nabi yang meneruskan perjuangan nabi memimpin umat Islam saat beliau wafat. 

Untuk artikel kali ini kisah kita tentang sahabat Rasullulah yang pertama di Khulafaur Rasyidin Yaitu Abu Bakar Sidik RA. Semoga Bermanfaat. 

Abu Bakar Dalam periode awal tantangannya masuk islam dan pada periode awal mengajak kaumnya masuk Islam

Abu Bakar RA adalah orang pertama dikenal yang masuk islam, dan sahabat nabi yang selalu mengikuti jejak beliau dalam menegakkan ajaran islam serta mengganti kepemimpinan nabi Muhammad SAW setelah wafat.

Sebelum memeluk agama islam Abu Bakar Sidik RA, adalah orang yang sangat di hormati dan di segani oleh kaumnya yaitu kaum Qurais,  Abu Bakar juga berasal dari keturunan yang mulia dari Bangsa Qurais. Nasab kedua orang tuanya bertemu dengan nasab Rasullullah SAW pada Murrah Bin Ka'ab, kakeknya. 

Selain berasal dari kaum yang sangat di hormati, beliau juga dikenal dan dihormati karena kemuliaan budi pekertinya, kejujuran, kecerdasan, kecakapan, berkemauan keras, pemberani dan dermawan

Namun demikian, pilihannya yang kuat untuk masuk agama Islam membuat orang-orang Makkah mengabaikan kedudukan dan kemuliaannya tersebut. karena pada masa Risalah Islam di Kota Mekkah saat masa belaiau masuk Islam,  siapapun yang mengikuti Rasul dan kedapatan melakukan ibadah maka akan mendapat tekanan dan penyiksaan serta penganiayaan dari kaum Qurais. 

Abu Bakar Pun Tidak Luput dari tekanan kaumnya sendiri beliau mendapat berbagai tekanan dalam beribadah kepada Allah. dan tidak beribadah secara terang terangan di kota Mekah. 

Ada suatu kisah beliau dimana, Saat beliau meminta ijin kepada Rasullullah SAW untuk berhijrah ke Habsyi, dan Rasullullah SAW pun mengijinkannya. 

Ketika perjalanannya hijrahnya sampailah beliau pada suatu tempat bernama "Barkulimat", beliau bertemu dengan pemimpin suku setempat yang bernama Ibnu Addaghnah 

Ketika ditanya tentang perjalanannya tersebut, beliau menjawab, "Aku dipaksa keluar (dari Makkah) oleh kaumku, dan aku ingin merantau di muka bumi sehingga aku dapat beribadah kepada Rabbku."

Mendengar jawaban itu, Ibnu Addaghnah berkata, "Orang seperti engkau hai Abu Bakar, tidak boleh keluar atau dikeluarkan. Engkau selalu menolong orang yang miskin, suka bersilaturahmi, membantu orang yang sengsara dan lemah, dan menghormati tamu. 

Karena Abu Bakar dikenal dan di hormati oleh Ibnu Addaghnah dan juga Abu bakar berasal dari kalangan kaum yang paling di hormati di masa itu lalu Ibnu Addaghnah berkata: "Aku bersedia menjadi pelindungmu. Kembalilah ke Makkah, dan sembahlah Tuhanmu di negerimu."

Budaya "Pelindung/Melindungi” adalah budaya yang sangat dihormati di kalangan suku-suku Arab. 

Begitu seorang yang punya pengaruh menyatakan diri sebagai "Pelindung" bagi seseorang, maka maka harta, darah dan kehormatan orang tersebut menjadi jaminan pelindung, jaminan aman dari gangguan dan siksaan orang-orang sekitarnya. 

Budaya ini pula yang membantu Nabi SAW mendakwahkan Islam di tengah penolakan dan permusuhan kaum kafir Quraisy Makkah karena Abu Thalib menyatakan diri sebagai "Pelindung" Rasullullah SAW. Begitu Abu Thalib meninggal, Rasullullah SAW mengalami siksaan dan penghinaan yang tak kalah hebatnya dengan sahabat-sahabat beliau yang lain.

Lalu Abu Bakar kembali ke Makkah dan Ibnu Addaghnah mengumumkan "Perlindungan" yang diberikannya padaAbu Bakar, dia melarang siapapun untuk mengganggu Abu Bakar Sidik Untuk melakukan Ibadah kepada Allah. 

Orang-orang kafir Qurais tak berkutik, tetapi Abu Bakar harus mengikuti syarat ketentuan dari kaum Qurais yang harus di turuti, meminta Abu Bakar tidak bersuara keras dalam beribadah, karena khawatir kaum wanita dan anak-anak mereka akan terganggu. Ibnu Addaghnah dan Abu Bakar menerima persyaratan itu.

Setelah mendapat perlindungan Abu Bakar kembali ke Kaumnya di Mekkah, beliau mendirikan mushalla di depan rumahnya, beliau selalu  shalat dan membaca Qur'an disana. Setiap kali selesai membaca Qur'an, beliau selalu menangis, hal ini membuat wanita dan anak-anak orang kafir Quraisy jadi tertarik dan mulai terpengaruh dengan apa yang dilakukan Abu Bakar. 

Kaum kafir Quraisy pun jadi khawatir dan mengadukan ini pada Ibnu Addaghnah. Ibnu Addaghnah pun mendatangi Abu Bakar dan berkata, "Engkau telah mengetahui perjanjian dengan orang-orang Quraisy, hendaklah engkau menepati perjanjian itu, atau engkau kembalikan perlindunganku?" 

Dengan jawaban yang menuntut keteguhan imannya, Abu Bakar RA pun menjawab, "Aku kembalikan janji perlindunganmu, dan aku ridha dengan perlindungan Allah SWT." 

Mulailah Abu Bakar mengalami tekanan dan siksaan dalam beribadah kepada Allah SWT sebagaimana sebelumnya.

Mulailah Abu Bakar berjuang di kota mekkah untuk tetap pada pendirian menjamin kan perlindungan nya cukup kepada Allah Saja. Ikhlas Dan Ridho Karena Allah dalam melakukan ibadah.

Abu Bakar mengorbankan hartanya untuk menebus dan membebaskan budak-budak yang disiksa oleh tuannya karena memeluk agama Islam, diantaranya adalah Bilal bin Rabbah dan Ibunya, 'Amr bin Farikhah, ibu dari Jubaish, Budak wanita dari Bani Muamil dan Hammamah, Zanirah, budak Umar bin Khaththab, dan lain-lain.

Abu Bakar RA mengurangi aktivitas perdagangan yang sebenarnya cukup sukses, dan mengabdikan waktu, tenaga dan hartanya untuk agama yang diyakini kebenarannya itu. 

Tercatat beberapa sahabat utama menjadi muslim karena ajakan Abu Bakar, seperti Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan Abdurrahman bin Auf. Mereka ini adalah sebagian dari sepuluh orang sahabat yang dijamin akan masuk surga sebagaimana diberitakan Nabi SAW pada Aisyah RA. Selain itu, Utsman bin Mazh'un, Abu Salamah bin Abdul Asad, Al Arqam bin Abil Arqam juga mengikuti ajakan Abu Bakar untuk masuk islam pada periode awal

Abu Bakar pada Perjanjian Hudaibiyah

Pada hasil Perjanjian Hudaibiyah antara Nabi SAW dan orang-orang Quraisy, timbullah kegelisahan pada umat Islam, bahkan ada seorang sahabat nabi sahabat itu adalah Umar bin Khathtab,  siapa yang dapat menyanggah selevel Umar bin Khaththab yang di kenal tegas dan keras serta di hormati dimasa itu, karena secara sepintas perjanjian Hudaibiyah itu cenderung menguntungkan orang-orang Quraisy dan merugikan umat Islam. 

Hanya Abu Bakar yang yakin 100% atas keputusan Rasulullah SAW, bahkan ia memberikan jawaban yang sama persis dengan Nabi SAW, ketika Umar yang kritis sempat mempertanyakan keputusan Rasulullah SAW menerima perjanjian ini. 

Abu Bakar Sidik lah yang memberikan nasehat pada Umar bin Khaththab nasehat beliau kepada Umar ,"Patuhlah engkau pada perintah dan larangan Rasulullah sampai engkau meninggal dunia, Demi Allah, beliau berada di atas kebenaran.

Ketika sebagian besar sahabat merasakan “kekalahan” dengan adanya perjanjian Hudaibiyah ini, Abu Bakar justru berpendapat lain, ia berkata, "Tidak ada kemenangan yang lebih besar daripada kemenangan pada perjanjian Hudaibiyah, akan tetapi kebanyakan orang berfikir pendek mengenai apa yang terjadi antara Nabi SAW dengan Rabbnya, sedang para hamba saat itu tergesa-gesa. 

Demi Allah, beliau tidak tergesa-gesa seperti ketergesaan hamba, sampai beliau menyampaikan semua urusan sebagaimana beliau kehendaki."

Abu Bakar Bersama Rasullullah SAW, tetapi Rasullullah tidak Terlihat

Abu Bakar terhadap Nabi SAW tidak diragukan lagi kedekatannya dan kecintaannya, bahkan telah terjalin sebelum Nabi SAW diangkat menjadi Nabi dan mengemban Risalah Islam. Maka tak heran ketika Nabi SAW mengalami tekanan dan siksaan, Abu Bakar pun ikut merasakan kesedihan dan luka, bahkan lebih dalam dirasakan dibanding bila ia sendiri yang mengalaminya.

Setelah turunnya surat Al Lahab, Ummu Jamil, istri Abu Lahab yang dikatakan sebagai Pembawa Kayu Bakar dalam Surah tsb, sangat marah kepada Rasullullah SAW. 

Dengan membawa batu besar ia datang menghampiri Nabi SAW yang saat itu sedang duduk bersama Abu Bakar, Abu Bakar menangis melihat niat Ummu Jamil yang ingin melampiaskan kemarahan nya kepada Rasulullah. Tetapi Rasullullah menenangkannya dengan mengatakan, "Biarkan saja, ia tidak melihatku."

Benar saja, setelah dekat Ummu Jamil berkata kepada Abu Bakar RA, "Hai Abu Bakar, dimana kawanmu Si Muhammad itu, aku dengar ia menyindirku dengan mengatakan : ..dan istrinya, si pembawa kayu bakar, di lehernya ada tali dari sabut…Demi Allah, jika aku menjumpainya, pasti akan aku pukul dengan batu ini." 

Itulah Abu Bakar, Rasulullah SAW yang ingin disakiti, itupun telah membuatnya sedih.

Abu Bakar Sidik Dalam Perjalanan Hijrah Bersama Rasulullah SAW

Rasulullah SAW menghimbau kaum muslimin untuk berhijrah ke Madinah. Karena saat itu kaum Qurais semakin keras penerapan tekanan dan penyiksaannya pada keum muslimin, Sebagian besar berangkat dengan sembunyi-sembunyi tetapi ada juga yang terang-terangan seperti Umar bin Khaththab. Sebagian sahabat yang telah berhijrah ke Habasyah ada yang langsung berangkat ke Madinah.

Dua bulan lebih setelah Baiatul Aqabah Kubra tersebut, hampir semua kaum muslimin telah meninggalkan Makkah menuju Madinah, kecuali beberapa orang yang diberikan keringanan (rukhsah) untuk tidak berhijrah. Ketika Abu Bakar meminta ijin Rasulullah SAW untuk berhijrah, beliau bersabda, “Tundalah keberangkatanmu, sesungguhnya aku masih menunggu izin bagiku untuk berhijrah dan kita akan berangkat bersama sama.

Dan Abu Bakar masih harus menunggu lagi selama empat bulan, sampai suatu pagi salah seorang pembantunya memberitahukan kepadanya, “Ini ada Rasulullah mengenakan kain penutup wajah, tidak biasanya beliau menemui kita pada saat-saat seperti ini…!”

Abu Bakar berkata, “Demi ayah dan ibuku sebagai jaminannya, beliau tidak akan menemui aku di saat seperti ini kecuali ada urusan yang sangat penting…!!”

Nabi SAW sampai di pintu rumah Abu Bakar dan meminta ijin untuk masuk. Setelah diijinkan, beliau segera masuk dan berkata,

“Aku sudah diijinkan untuk pergi (berhijrah)..!!”

“Demi ayah dan ibuku sebagai jaminannya, ya Rasulullah, apakah aku harus menyertai engkau (dalam perintah/ijin berhijrah tersebut)?” “Benar” Kata Rasulullah SAW.

Hati Abu Bakar menjadi gembira. Sungguh suatu kehormatan dan kemuliaan menyertai Nabi SAW dalam hijrah ke Madinah. Beliau merancang beberapa langkah yang akan ditempuh dalam hijrah kali ini, demi mengantisipasi berbagai kemungkinan, setelah itu beliau pulang.

Ketika rencana keberangkatan sudah pada waktunya, Nabi SAW bergegas menuju rumah Abu Bakar yang telah siap menunggu dengan gelisah. Kemudian mereka berdua berjalan ke arah selatan, arah menuju Yaman, bukan ke arah utara yang menuju ke Madinah. 

Setelah menempuh sekitar delapan kilometer, mereka sampai di Gunung Tsur dan mendakinya. Abu Bakar memapah Nabi SAW yang tampak sangat kelelahan, apalagi beliau tidak mengenakan alas kaki.

Di puncak gunung, mereka menemukan Gua Tsur dan bermaksud bersembunyi di dalamnya. Abu Bakar berkata kepada Nabi SAW, “Demi Allah, janganlah engkau masuk ke dalamnya sebelum aku memasukinya. Jika ada sesuatu yang tidak beres di dalamnya, biarlah aku yang terkena, asalkan tidak mengenai engkau!!”

Abu Bakar memasuki gua dan membersihkan ruangannya. Ia melihat sebuah lubang, karena khawatir akan keluar binatang berbisa dari dalamnya, ia merobek sebagian matelnya untuk menutup lubang tersebut, baru kemudian mempersilahkan Nabi SAW memasukinya. Abu Bakar menutupi lubang tadi dengan kakinya, dan Nabi SAW berbaring dengan berbantalkan paha Abu Bakar dan beliau langsung tertidur. 

Tiba-tiba Abu Bakar merasakan sengatan di kakinya yang menutupi lubang tadi, mungkin ular atau kalajengking, dan ia merasa sangat kesakitan. Tetapi ia tidak mau menggerakkan kakinya karena takut akan membangunkan Rasulullah. Ia berusaha keras menahan rasa sakit, hingga air matanya menetes mengenai pipi Rasulullah, dan beliau terbangun.

“Apa yang terjadi denganmu,wahai Abu Bakar?” Tanya Rasulullah SAW.

“Demi ayah dan ibuku sebagai jaminannya, ya Rasulullah, aku digigit binatang berbisa!!”

Nabi SAW bangkit dari tidurnya dan memeriksa kaki Abu Bakar. Beliau meludahi kaki yang terluka tersebut, dan seketika sakit yang dirasakan Abu Bakar menghilang.

Mereka berdua bersembunyi di dalam Gua Tsur selama tiga hari. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar datang ke gua tersebut untuk menemani dan menceritakan keadaan di Makkah, layaknya seorang mata-mata melaporkan tugasnya. 

Amir bin Fuhairah, salah seorang pelayan Abu Bakar, menggembalakan domba-dombanya di kaki gunung tersebut, dan mengantarkan susu ke gua untuk minuman mereka. Menjelang fajar, Abdullah segera kembali ke Makkah, dan Amir bin Fuhairah menggiring domba-dombanya di belakangnya sehingga menghilangkan jejak kaki yang dibuat Abdullah.

Sebenarnya ada beberapa orang Quraisy yang sempat mendaki gunung dan menemukan Gua Tsur. Abu Bakar berbisik kepada Nabi SAW, “Wahai Nabi Allah, andaikata mereka mendongakkan pandangannya, tentulah mereka akan melihat kita!!”

“Diamlah, wahai Abu Bakar,” Kata Nabi SAW dengan berbisik juga,” Dua orang, dan yang ketiga adalah Allah!!”

Sebagian riwayat menyebutkan, di atas pintu goa tersebut terdapat sarang burung merpati, dan pintu goa tertutup dengan sarang laba-laba, yang walaupun laba-laba tersebut baru saja membuatnya, tetapi keadaannya seperti sarang yang telah lama berada di situ. Karena itu akal mereka “tertipu”, logika mereka membantah kalau ada orang di dalam gua. Semua itu adalah cara Allah untuk melindungi hamba-hamba yang dikasihi-Nya.

Setelah tiga hari berlalu, mereka melanjutkan perjalanan ke Madinah disertai oleh Amir bin Fuhairah, dengan penunjuk jalan Abdullah bin Uraiqith, yang ketika itu masih beragama jahiliah, tetapi merupakan orang yang dapat dipercaya, sehingga Abu Bakar memilihnya. 

Abu Bakar mempunyai kebiasaan duduk membonceng di belakang Nabi SAW, dan ia seseorang yang cukup dikenal di kawasan Jazirah Arabia. Ketika bertemu beberapa orang yang mengenalnya dalam perjalanan hijrah itu, mereka bertanya, “Siapakah orang yang di depanmu itu?”

Abu Bakar selalu menjawab,“Dia orang yang menunjukkan jalan kepadaku..!!”

Tentunya Abu Bakar tidak berbohong dengan jawabannya itu, walaupun orang yang menanyakannya mempunyai persepsi yang berbeda atas jawabannya tersebut.

Beberapa peristiwa terjadi dalam perjalanan ini, seperti pengejaran oleh Suraqah bin Malik bin Ju’syum, beristirahat di tenda Ummu Ma’bad, (lihat kisahnya di bagian lain Percik Kisah Sahabat Nabi SAW ini), dan lain-lainnya yang tidak perlu dijabarkan secara mendetail dalam kisah Abu Bakar ini. Yang jelas, Abu Bakar selalu mendampingi dan melindungi Nabi SAW dari berbagai kemungkinan yang bisa menyakiti atau mencelakakan beliau, hingga akhirnya tiba di Quba, Madinah.

Dari Madinah Mulai lah Rasulullah bersama para sahabat membangun ajaran Islam dengan damai tanpa ganguan dan tekanan Dan memiliki kekuatan untuk memimpin umat Islam Dari kota Madinah, Peperangan demi peperangan antara Kaum Qurais dengan Umat Muslim silih berganti dan kota Madinah menjadi Pusat komando memimpin pasukan muslimin dan menjadi puncak nya sampailah pimpinan Rasulullah mencapai kemenangan dan dapat menaklukkan kota Mekkah , Abu Bakar Selalu memdampingi Rasulullah Dalam setiap peperangan sampai penaklukan kota Mekkah.

Setelah kemenangan di raih oleh Rasulullah dan para pejuang islam,  Kota Mekkah di Pimpin oleh Rasulullah dan Mulailah umat islam dapat menjalankan ajaran agama Islam dengan damai dan aman dari tekanan keum Qurais. nabi Muhammad SAW bersama para Sahabat membangun pemerintahan dengan Nabi Muhammad Sebagai Pemimpin Umat Islam meyebarkan agama ke setiap pelosok negeri.

Kejayaan dan kemenangan islam terus mengalir dan Abu Bakar Setelah Nabi Muhammad Wafat meneruskan kepemimpinan Nabi sebagai Khalifah pertama dan di kenal dengan Khulafaur Rasyidin Yang pertama dalam sejarah kepemimpinan umat Islam

Demikianlah Kisah Sahabat Nabi Muhammad, Abu Bakar Sidik RA, semoga bermanfaat dan kisah Abu Bakar semoga dapat menjadi Keteladanan Kita,  Sebagai Ihsan yang bertaqwa dan Mencintai Allah dan Rasul nya.  Aamiin

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال